Malam itu, sehabis Kirana pulang dari si jalanan yang tak pernah berhenti kejamnya, seusai bergelut dengan buku-buku laporan administrasi kantornya, ia bergegas menaruh tas kulit coklat di atas meja kerjanya, sembari mencopot sepatu dan kaus kakinya, ia tersendu atas polemik batin yang sedang dirasa --hari ini adalah hari tepat setahun ia sendiri. Baju dan rok kerja yang lusuh sehabis bertengkar dengan aspal dan asap knalpot itu, bergegas ia ganti dan lekas berbaring di taman belakang rumahnya ditemani percik air kolam renang di samping taman itu --kebiasaan kirana yang selalu ia lakukan ketika bersedih "Ketika waktu berhenti Dan sejenak aku tersentak menatap bulan purnama yg ke seratus abad tanpa bayang atau bintang" Kirana begitu nikmat menyetubuhi cakrawala malam itu, langit yg binar, seakan berteman dengan hatinya; memeluk erat dirinya yang sedang tersungkur habis-habisan perkara rindu pada seseorang bernama Arga yang satu tahun lalu menjatuhkan semangat hidupnya, diputus telak bersama sakit teramat sangat "Berselimutkan kerinduan membisu mencekam, Menggenang satu memori diantara lautan hujan darah basuhi keringnya pipiku" Arga adalah laki-laki yang bijaksana, ia begitu sempurna bagi kirana, tiap detil laku sederhana yang ia tapaki --Perhatiannya, cara ia mengingatkan makan, cara ia menyentuh kirana, bahkan caranya memarahi kirana sebab bergadang larut malam-- membuat kirana mendapati bahagia yang ia pun sulit untuk melupa, apalagi menghilangkannya dari peredaran kenangannya "Sayunya matamu, dan uraian senyummu beriak - riak disamudra membelai, Di gunung tergerai angin malam yang dicemari hampa semakin pilu menyayat sekarat menuju jurang, selayaknya pohon tumbang di bebatuan terjal, Melebur bersama cintaku yg usang bersama debu" Kirana begitu benci, menggeram pada rumput yang dicekamnya, ia pun berteriak kencang pada purnama yang sedang binar-binarnya, geram atas arga yang dahulu meninggalkan telak-telak, sebab wanita lain di sekitarnya selalu mendekati Arga, cemburu buta kirana menyebabkan kehancuran yang seharusnya tak pernah terjadi. "Oh...!!! Pergilah, Mengapa kau pergi ? Sudahlah, Mengingatmu hanya menyakitiku. Sesak batinku,bukan kamu pula sebabnya, Tapi kehampaan yang memelukku erat tanpa terlepaskan, Terlewatkan sedetikpun meski cemburuku memuncak padamu, Menari-nari di awan cumulonimbus terhempaskan, Menyambar tersebar menggerayangi bayangmu bercumbu, beradu setubuhi asaku, sukmaku dijeruji, relungmu dipasung, didekapkan mimpi disiluetkan wajahmu yg memunggungi lentera oranye" Hingga kirana begitu lelah, hati yang meronta itu begitu padam tak terelakkan, perpisahan setahun yang lalu di taman yang menjadi tempat kesukaannya bersama Arga, menjadi ingatan yang tak pernah ia lupakan sampai kapanpun. Ia hanya mampu berdoa atas nama laki-laki itu agar Tuhan tetap melindunginya. "Di bangku taman, aku berpangku lelah di pangkuanmu yg hangat, Aku mergang asa di rindu memudar tanduk keniscayaan atau berdiri di gigir tebing cintamu yg terhempas tiada bernyawa. Tiada lagi canda tawa ataupun tangis bahagia bahkan senyumpun tiada kujumpa seperti senja yang menguning merona jingga terpasung cakrawala rasa di kopiku pahit mengental tak kekal hitamnya rindu memudar, mengendap, menumpuk hingga mengampas, mengering bagai mimpi mimpi yang tandus" Semoga dirimu baik-baik saja Arga, jangan pernah sia-siakan perempuan perias hidupmu itu, jika kelak engkau jauh menjadi sosok yang mengagumkan bersamanya, jangan pernah melupakan tengadah kecilku yang selalu merapalkan namamu dihadapan sang Maha.
(Kirana Dan Sebangku Purnama) By : anak kawin silang dari penjual tahu bulat dan penjaga endomaret blasteran badut spiderman - kolaborasi sambung kata dari grup line " biskuat"